![]() |
Oleh : Muhammad Iqbal Jalil
[Catatan dari yang disampaikan oleh Syaikh Said Abdul Latif Faudah dalam acara Muhadharah 'Ammah di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga]
Dalam Muhadharah 'Ammah di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Syaikh Said Faudah disodori pertanyaan oleh salah seorang santri tentang kenapa madrasah Imam Sanusi dipilih menjadi kurikulum pembelajaran aqidah di berbagai pesantren, baik di Nusantara atau di berbagai belahan dunia Islam. Menanggapi pertanyaan ini, Syaikh Said Faudah memberikan uraian yang panjang dari sisi historis dan filosofis yang membuat madrasah Imam Sanusi mendapatkan sambutan luar biasa dalam dunia Islam.
Kitab pertama bidang aqidah yang tersebar di negara kawasan Maghrib seperti Libya, Al-Jazair, Tunisia, Mauritania, adalah kitab karya Imam Al-Juwaini (Imam Haramain), khususnya kitab Al-Irsyad ila Qawathi' al-Adillah fi Ushul al-I'tiqad. kitab ini menjadi kurikulum pokok pendidikan aqidah pada Madrasah Magharibah.
Imam Al-Juwaini merupakan alumni dari Madrasah Imam Al-Baqillani. Imam Abu Bakar Al-Baqillani merupakan murid Imam Ibn Mujahid, Imam Bundar, Abu Hasan Al-Bahili, yang ketiganya merupakan murid Imam Abu Hasan Asy'ari. Jadi jarak antara Imam Juwaini dengan Imam Asy'ari hanya terpaut dua generasi.
Kitab Imam Juwaini berkembang di Maghrib pada waktu yang sangat dini, sebelum Daulah Muwahhidun. Ma'arif para ulama tauhid di Maghrib pada masa itu porosnya adalah kitab Imam Juwaini. Kitab tersebut kemudian dikembangkan oleh banyak para Ulama dengan syarah, hasyiah, ditelaah ulang dan semisalnya sampai fase munculnya Imam Sanusi.
Dalam perjalanan sejarah sebelum periode Imam Sanusi, telah banyak muncul para Ulama cendikia yang mengarang berbagai syarah, seperti Imam Ibn al-Tilmisani yang mensyarah kitab-kitab Imam Fakhruddin Ar-Razi, seperti kitab al-Ma'alim fi Ushuliddin, al-Ma'alim fi Ushul fiqh, dan lainnya. Ibn al-Tilmisani juga mensyarah sebagian kitab Imam Juwaini, seperti syarah Luma'i al-Adillah dan kitab lainnya. Ada juga tokoh seperti Ibnu Muqtarah dan banyak ulama hebat lainnya.
Pada fase munculnya Imam Sanusi, sudah ada di sisinya berbagai karya hebat para ulama periode sebelumnya. Berbagai kajian tahqiq para ulama telah sampai kepadanya.
Lantas apa yang kemudian dilakukan oleh Imam Sanusi?
Di sinilah letak 'abqariyyah (kejeniusan) Imam Sanusi. Imam Sanusi merupakan seorang ulama yang paling piawai dalam bidang ta'lif li hadaf al-ta'lim (penulisan buku untuk tujuan pembelajaran). Kitab Imam Sanusi memang dimaksudkan untuk penjenjangan pembelajaran dari level rendah ke level tinggi. Ini berbeda dengan Imam Haramain Al-Juwaini.
Imam Juwaini, beliau tidak mengarang kitab dalam bentuk penjenjangan dari level satu, menengah, dan seterusnya. Beliau bahkan menulis kebanyakan kitabnya untuk pelajar level atas, seperti Al-Irsyad yang levelnya untuk muntahi (orang yang berada pada level keilmuan yang tinggi). Demikian juga Nihayah al-Mathlab yang diperuntukkan untuk muntahi. Meskipun ada sebagian kitab Imam Juwaini yang dimaksudkan untuk mubtadi (pemula), tetapi beliau tidak menulisnya dalam uraian yang bertahap. Bahkan, kitab level mubtadi yang beliau tulis juga memuat sebagian pembahasan yang lebih tepat menjadi sajian bagi mereka yang berada di kelas muntahi.
Apa yang dilakukan oleh Imam Abu Abdillah Al-Sanusi ketika melihat kitab-kitab yang sudah beredar kurang cocok digunakan sebagai kitab pembelajaran, terlebih kepada mubtadi?
Manakala manusia pada zamannya sangat perlu belajar ilmu tauhid. Imam Juwaini seakan berkata dalam jiwanya; "Apakah saya ajarkan kepada mereka kitab Irsyad? Kitab Irsyad ditulis untuk orang pada sekaliber Imam Ghazali, dan semisalnya dari orang-orang muntahi. Saya tidak mungkin mengajarkan Irsyad kepada siapapun, karena pensyarah Irsyad merupakan ulama hebat sekaliber Ibnu Muqtarah, yang bagi mereka kalam Al-Juwaini terlihat mudah.
Lantas apa kemudian sikap yang diambil oleh Imam Sanusi?
Beliau kemudian berupaya menyusun kitab tauhid yang sistematis, menata kembali pembahasannya dan mengelompokkan masail-nya serta menyusun kurikulum pembelajaran yang bertahap. Ketika seorang pelajar menempuh kurikulum Imam Sanusi yang disuguhkan untuk level pemula, ia akan paham gambaran umum dari ilmu tauhid. Ketika mereka membaca kitab jenjang berikutnya, ia dapat memahami maklumat baru yang sedikit lebih banyak dan lebih dalam kajiannya dari materi pada mustawa sebelumnya, demikian juga kitab-kitab mustawa di atasnya.
Imam Sanusi dalam menulis kitabnya, sama sekali tidak bermaksud untuk menampakkan keluasan ilmu pengetahuannya. Imam Sanusi menulis kitab-kitabnya bukan untuk membuat orang-orang jadi kagum kepada karyanya yang seakan berkata kepada mereka, "lihatlah betapa luas pemahamanku". Imam Sanusi sama sekali bukan tipikal seperti itu.
Beliau dalam menulis kitabnya sangat memperhatikan kondisi para pelajar dan juga memperhatikan kebutuhan para guru yang punya minat untuk menyebarkan manhaj Ahlussunah. Karena itu, jika kita melihat kitab aqidah beliau yang paling kecil, kitab Al-Hafidah (sughra sughra sughra), matan kecil ini hanya berisi satu atau satu seperdua halaman. Beliau menulis beberapa pengantar dan definisi, serta juga menyisipkan di celahnya sebagian masail untuk memberi tahu kepada penuntut ilmu tentang hal-hal yang membantu menjadi penunjang bagi mereka dalam memahami materi pada level berikutnya.
Setelah itu, beliau menulis sughra sughra, matan pada level yang sedikit lebih rendah dari sunusiyyah. Kitab level berikutnya adalah kitab Ummul Barahin (sughra), satu kitab matan yang sangat masyhur baik di Masyriq, dan di Maghrib, di Arab dan luar Arab. Ini merupakan matan yang penuh keberkahan, yang dibaca oleh Imam Sanusi bersama para jamaah setiap hari setelah ashar secara sempurna.
Pada level pertengahan, Imam Sanusi mengarang kitab aqidah wustha, dimana terdapat beberapa uraian yang lebih dalam, yang tidak cocok untuk pelajar pemula. Untuk level di atasnya beliau menulis kitab Kubra. Imam Sanusi juga menulis kitab syarah atas semua kitab-kitab matan-nya pada berbagai jenjang tersebut.
Beliau menyuguhkan metode pembelajaran yang bermanfaat untuk para guru dan pondok pesantren. Imam Sanusi dalam menyusun kurikulum tersebut seakan berkata kepada mereka; "Setelah saya memiliki pengetahuan, kemudian mengajarkannya kepada para pelajar, menguji bagaimana cara memahamkan mereka, saya melihat cara terbaik setelah melakukan percobaan yang panjang adalah dengan mengajarkan mereka dari satu tahap ke tahap berikutnya secara tadarruj."
Saat para Ulama membaca kitab Imam Sanusi, mereka melihat kitab-kitab Imam Sanusi memiliki faidah yang banyak, membantu para pelajar, juga membantu guru dalam mengajarkan ilmu tauhid kepada muridnya. Kitab Imam Sanusi mendapatkan penerimaan yang hangat dari para ulama. Mereka mensyarahnya dan juga menuliskan Hasyiah untuknya. Ini juga merupakan keistimewaan dari kitab Imam Sanusi yang tepat digunakan untuk pengajaran, karena di antara ciri matan yang cocok untuk pengajaran adalah matan makhdum, yaitu matan banyak syuruh, hasyiah, taqrirat.
Semua kitab tidak ada yang lepas dari adanya pembahasan yang rumit dipahami. Semua kitab tidak ada yang sempurna kecuali Al-Qur'an. Semua kitab yang disusun oleh para ulama pasti terdapat hal-hal membutuhkan penjelasan tambahan dari kitab pendukung lainnya. Kita mendapati banyak ulama mengkhadam kitab Sanusi. Oleh karena itu, ketika seorang pengajar ingin mengajarkan kitab Imam Sanusi, lalu menemukan kerumitan dalam memahami masail tertentu, ia akan mendapatkan jalan keluarnya. Begitu juga dengan pelajar, dimana ketika ia menemukan masail tertentu yang belum terbantu dengan penjelasan guru, ia bisa merujuk langsung kepada penjelasan para syurrah, dan muhasysyi dalam kitab-kitab mereka.
Kitab Imam Sanusi adalah kitab yang memenuhi kriteria dan ciri-ciri kitab pembelajaran, yaitu ada tadarruj, tahap-tahap atau penjenjangan pembelajaran. Dimana, pembahasan pada level dasar tidak banyak dan kajiannya juga tidak mendalam. Pada level di atasnya, porsi pembahasan menjadi lebih luas dan kajiannya sedikit lebih dalam. Demikian juga peningkatan kadar dan kedalaman bahasan pada jenjang berikutnya. Kitab Imam Sanusi sangat tepat dijadikan kurikulum untuk melahirkan ahli dalam bidang aqidah.
Jika seorang pelajar ilmu aqidah telah menempuh kurikulum yang telah ditata oleh Imam Sanusi, ia akan mudah mengkaji kitab-kitab lainnya, seperti kitab Imam Razi, Taftazani, dan kitab aqidah level yang tinggi. Ia tidak perlu khawatir terhadap kemampuan memahaminya.
Hal ini berbeda dengan tradisi pembelajaran aqidah yang menggunakan kurikulum lain. Madrasah di wilayah Afrika Selatan misalnya, mereka memilih dua matan dalam pengajaran tauhid, yaitu At-Thahawiyyah, kemudian langsung loncat ke Matan Syarah Aqaid Nasafiyyah. Loncatan ini terjadi kesenjangan yang luar biasa. Akhirnya pelajar sulit memahami dan guru juga kesusahan dalam mengajar.
Post a Comment for "Alasan Penggunaan Kurikulum Madrasah Imam Sanusi yang Mendominasi di Berbagai Tempat "